Tradisi Emas Di Alam Minangkabau Sumatra Bara

Selasa, 07 Mei 2013


Di alam Minangkabau (Sumatra Barat) penggunaan emas dalam masyarakat pada umumnya sudah dikenal dan menjadi tradisi sejak lama, penggunaan uang emas (piti ameh) masih berlangsung hingga hari ini. Kedudukan emas dan perak sebagai perhiasan umumnya di masyarakat saat itu adalah sebagai penentu status dan harta. Dimana ada kekayaan emas dan perak, disitu pasti ada tukang emas. Selain tradisi pandai-emas di Sumatra, banyak juga di antara pusat kerajaan di jawa yang kaya, seperti Surakarta, Jogyakarta, Tuban dan Sidayu di Jawa, yang memantapkan suatu tradisi pandai-emas. Hingga awal abad ke-17 tambang-tambang di daerah Minangkabau, Sumatera bagian tengah, merupakan daerah yang paling kaya akan emas di seluruh kawasan itu pada jaman Kerajaan Sriwijaya.
Emas ditapis dari dari pasir sungai-sungai di sebelah timur dan ditambang-tambang bukit Minangkabau. Dikabarkan bahwa pernah terdapat 1200 tambang emas di sana (Marsden 1783: 168; cf. Eredia 1600: 238-239). Seorang tawanan berkebangsaan Portugis di Melaka menyaksikan bahwa sembilan hingga sepuluh bahar emas di impor ke kota itu setiap tahunnya, yang dibawa sebagian dari Minangkabau dan sebagian dari Pahang di Malaya bagian timur (Araujo 1510:28). Setelah jatuhnya Melaka ke tangan Portugis dan perluasan Aceh melalui pelabuhan Tiku dan Pariaman. Hal ini memberikan kekayaan luar biasa kepada raja Aceh yang terkuat, Sultan Iskandar Muda (1607-1636), yang terkenal pernah memiliki seratus bahar emas (Beaulieu 1666: 55. 44; cf. Dobbin 1983: 23-26). Meskipun kekuasaan Aceh atas tambang-tambang emas Minangkabau itu lepas tahun 1660-an, tambang-tambang baru muncul lagi di ujung yang lebih ke utara dari gugus Bukit Barisan yang mengandung emas dalam kawasan Aceh.
Sebagaimana halnya di Minangkabau, kerja menambang emas sangat melelahkan, sangat berbahaya dan banyak dilanda penyakit, tapi keuntungan bagi para pemodalnya di luar kota luar biasa besarnya, serta memberi Aceh di penghujung abad ke-17 reputasi sebagai kota paling kaya di kawasan tersebut (Dampier 1699: 93-94; Ibrahim 1688: 174-175; Hikayat Poeut Muhamat: 114-115; Veltman 1919: 72-76). Kota Gedang (Gadang), salah satu desa di Minangkabau yang terkenal dengan kerajinan emasnya, masih memiliki 347 orang pandai-emas sekitar 1890. Apakah kota Gadang ada hubungan dengan kota Gede di Yogyakarta? (Inlandsche 1894: 315). (Abbas Firman, IMN-World Islamic Standard)

0 komentar: